Memotret Pemogokan Nasional di Prancis

Yerry Wirawan
Mahasiswa Indonesia yang sedang studi di Paris, Perancis

SEJAK pemerintah Prancis mengajukan usul reformasi usia pensiun dari usia 60 tahun menjadi 62 tahun, kota-kota besar di Prancis meledak dalam rentetan demonstrasi. Dimulai pada bulan Mei 2010, mogok nasional telah  melumpuhkan Prancis. Tidak lama setelah Eric Woerth, Menteri Tenaga Kerja mengumumkan rencana reformasi sistem pensiun tersebut secara resmi pada bulan Juni, sekitar 2 juta orang turun ke jalan di seluruh negeri dan naik hingga 3 juta orang pada bulan Oktober ini. Menurut data dari serikat buruh, 330 ribu orang melakukan pawai di Paris; 230 ribu di Marseille; 145 ribu di Toulouse; 130 ribu di Bordeaux; 95 ribu di Nantes; dan lebih dari 70 ribu disetiap kota di Rouen, Montpellier dan Grenoble. Kerusuhan mulai terjadi di Lyon. Di pinggir kota Paris terjadi bentrokan antara mahasiswa dan polisi. Menurut laporan kantor berita Inggris BBC (19/10/2010), hasil polling menyebutkan 70 persen masyarakat Prancis mendukung pemogokan ini.

Pertanyaannya, apa yang dimaksud dengan reformasi sistem pensiun? Mengapa kebijakan ditentang oleh jutaan orang Prancis? Lalu bagaimana prospek dari gerakan protes ini?

Sistem Pensiun di Prancis

Sistem pensiun di Prancis memiliki sejarah yang cukup panjang, sejajar dengan menguatnya posisi kelas pekerja di negeri itu. Sistem ini mulai dikenal di Prancis pada tahun 1853, tidak lama setelah revolusi 1848. Saat itu kebijakan ini hanya diberikan terbatas kepada pegawai negeri sipil, pelaut dan nelayan, tentara, anggota Théâtre Français, pegawai bank dan percetakan nasional. Baru pada 1945, Conseil National de la Résistance (semacam dewan perlawanan nasional untuk menentang pemerintahan Nazi) membentuk sécurité sociale dan semua orang yang ada di Prancis, termasuk pendatang sementara, harus memiliki sécurité sociale. Tujuan dari sistem sécurité sociale ini untuk memberikan perlindungan mendasar bagi setiap setiap orang yang ada di Prancis, misalnya, bantuan pengobatan akibat kecelakaan, rumah sakit, bantuan tempat tinggal, hingga bantuan untuk membayar tempat tinggal, termasuk juga jaminan dihari tua. Khusus untuk pensiun, di bawah pemerintahan kiri Francois Mitterand yang berkuasa dari tahun 1982 hingga 1995, batas usia pensiun ditetapkan pada usia 60 tahun untuk pria dan 55 tahun untuk perempuan.

Pada tahun 1990an, persoalan mulai muncul saat generasi baby-boom tiba pada usia pensiun yang jumlahnya meningkat tajam. Namun sistem ini masih dapat berjalan dengan menambah rentang waktu potongan gaji untuk membayar pensiun. Persoalan semakin meningkat pada tahun 2008. Akibat krisis ekonomi tahun tersebut yang mengakibatkan pengangguran meluas, pemerintah kesulitan mengumpulkan premi dari gaji tenaga kerja. Untuk menjawab persoalan ini, pemerintah mengajukan usul bahwa satu-satunya jalan untuk memecahkan persoalan pensiun adalah memundurkan usia pensiun.

Penolakan

Usulan pemerintah ini mendapat tentangan kuat dari PCF (Parti Communiste Français), PS (Parti Socialiste), NPA (Nouveau Partie Anticapitalise), Partai de Gauche (PG ; Partai Kiri) dan Kelompok hijau dan terutama dari serikat buruh terbesar di Prancis CGT (Confédération générale du travail).

Alasan utama penentangan adalah penolakan untuk tetap bekerja diusia 60 tahun, yang dianggap terlalu berat (disebut dalam bahasa Prancis la pénibilité). Pekerja Prancis menolak untuk melakukan beban pekerjaan diusia hingga usia 62 tahun seperti lembur, kesulitan untuk berangkat dan pulang ke tempat kerja karena para pekerja di kota besar seperti Paris, harus mengandalkan transportasi umum seperti metro dan bis yang penuh sesak setiap pagi dan sore. Sepintas terlihat pekerja di Prancis terkesan «manja». Namun, jika kita ingat bahwa di Prancis para pekerja memiliki tradisi sejarah yang relatif cukup kuat, maka penolakan ini tidak terlalu mengherankan. Selain masalah pensiun, para pekerja di Prancis sangat memegang prinsip 35 jam bekerja dalam seminggu dan upah dibayar per jam, sehingga waktu kerja yang melebihi 35 jam dalam seminggu harus mendapat upah tambahan.

Akankah berhasil?

Hasil dari pertarungan saat ini, sulit untuk diprediksi. Usulan pemerintah harus mendapatkan persetujuan dari parlemen. Persoalannya partai pendukung pemerintah menguasai 345 kursi atau 59,8 persen suara. Sementara partai-partai kiri yang beroposisi hanya menguasai 227 kursi atau 39,3 persen suara. Dalam siaran langsung di televisi nasional tentang perdebatan di parlemen mengenai usulan reformasi sistem pensiun ini, setiap kali perwakilan dari serikat buruh yang mengecam reformasi sistem pensiun berbicara, mereka mendapatkan sorakan negatif dari anggota-anggota parlemen. Presiden Sarkozy sendiri menyatakan akan terus maju dengan reformasinya ini. Bagi oposisi, pilihan yang tersisa kemudian adalah memobilisasi dukungan massa dan meningkatkan aks-aksi demonstrasi melalui parlemen jalanan.

Satu catatan menarik bagi Prancis, negeri ini masih mewarisi tradisi aksi massa dalam bentuk demonstrasi dan mogok kerja sebagai bagian dari ekspresi politik masyarakatnya. Selain revolusi 1968, demonstrasi besar-besaran terjadi pada tahun 1995, saat menolak rencana Perdana Mentri Juppé saat itu yang juga berusaha mereformasi sistem pensiun dan sécurité sociale bagi pekerja kereta api. Setelah tiga minggu mogok kerja, pemogokan massal ini memberikan catatan keberhasilan berupa penarikan mundur usulan Perdana Menteri Juppé.

Perkembangan yang menarik dalam demonstrasi tahun ini adalah keikutsertaan anak muda dalam aksi penentangan reformasi pensiun yang mendinamisir gerakan. Kehadiran mereka disambut gembira oleh partai-partai kiri dan serikat-serikat pekerja. Bagi anak muda Prancis, mereka juga punya alasan untuk ikut serta dalam demonstrasi kali ini. Usulan memundurkan usia pensiun akan berakibat berkurangnya penyerapan tenaga kerja baru bagi anak muda. Tercatat sembilan kampus di Prancis ditutup oleh mahasiswa. Di Lyon dan Montreuil, wilayah pinggiran kota Paris, mahasiswa dan anak SMA terlibat dalam perang batu dan seorang anak muda terluka akibat terkena tembakan gas air mata.1

Namun gebrakan penting dari mogok nasional kali ini berasal dari supir-supir truk yang biasa membawa bahan bakar di seluruh Prancis. Mereka adalah salah satu kelompok terdepan yang menolak pengunduran usia pensiun, karena sulit bagi mereka untuk tetap bekerja diusia 62 tahun. Selain mogok kerja, para pekerja sektor ini memblokade tempat penyimpangan bahan bakar yang mengakibatkan 5 ribu tempat bensin tidak mendapatkan pasokan bahan bakar. Hari ini (20 Oktober 2010) Presiden Sarkozy memerintahkan polisi untuk membuka blokade di daerah La Rochelle (Charente-Maritime), Donges (Loire-Atlantique) dan di Mans (Sarthe).

Demonstrasi kali ini juga berhasil menyatukan – sekurang-kurangnya di lapangan – kelompok-kelompok kiri utama di Prancis seperti PCF, PS, NPA, PG dan Kelompok hijau. Mereka bersama-sama turun kejalan seperti yang terjadi pada tanggal 19 oktober ini. Namun terdapat beberapa perbedaan strategi, misalnya Jean-Luc Mélenchon, mantan anggota PS yang mendirikan PG, menginginkan adanya referendum. Sementara NPA menginginkan mundurnya pemerintahan sekarang. Problem lainnya, terjadinya perlombaan di antara kelompok-kelompok oposisi ini untuk memenangkan hegemoni. Oleh sebab itu, kesepakatan di antara partai-partai kiri untuk memberikan tempat di depan bagi serikat buruh dalam gerakan ini merupakan langkah yang tepat. Sekretaris Jendral CGT, Bernard Thibault mengatakan, para buruh dan pekerjalah yang harus memutuskan arah pertarungan kali ini.2 Hanya masih tersisa soal lain, bagaimana menjaga terus tensi perlawanan terutama hingga tanggal 26 atau 27 Oktober nanti. Pada saat itu, parlemen akan melakukan voting.

Walau menyimpan optimisme berupa dukungan masyarakat, namun kelompok demonstran masih menyimpan persoalan seperti pukulan balik dari pemerintah yang mulai dilancarkan hari ini (21/10). Ini tampak dari pernyataan bahwa blokade sumber bahan bakar yang dilakukan oleh para demonstran (yang disebut hanya sekelompok minoritas), merupakan penyanderaan terhadap aktivitas ekonomi, perusahaan dan kehidupan sehari-hari.3. Pernyataannya ini juga dikaitkan dengan bentrokan yang terjadi di Lyon dan tampaknya pemerintah berusaha memberikan image negatif terhadap mogok nasional ini sebagai gerakan yang mengandung kekerasan. Di sini, tugas dari serikat buruh dan kelompok-kelompok oposisi sekarang adalah bagaimana memperluas dukungan masyarakat dan menarik lebih banyak lagi kelompok untuk terlibat dalam aksi penentangan ini. Sungguh bukan tugas yang mudah.***


Catatan kaki:

1Segera setelah seorang remaja terluka, pemerintah Kota Montreuil yang dipimpin Dominque Voynet, yang berasal dari partai Hijau, mengajukan keberatan kepada polisi. http://actu.voila.fr/actualites/a-la-une/2010/10/15/manifs-de-lyceens-
les-policiers-appeles-a-la-retenue-par-hortefeux_600929.html

2http://gauche2gauche.blog.lemonde.fr/category/unite/. Diakses tanggal 20 Okt. 2010.

3http://www.lemonde.fr/societe/article/2010/10/21/nicolas-sarkozy-juge-scandaleuses-les-violences-survenues-a-
lyon_1429221_3224.html#ens_id=1305816