September Kelabu

(Untuk Eyang Tarni)
Gayatri Wedotami


Empat belas tahun sebelum aku lahir
Perempuan itu nenekku
Duduk mengusap-usap perutnya
Ratap tangisnya tertelan desah angin malam
Sementara jabang bayinya terlelap
Di tengah malam kelam suaminya lenyap

Siapa yang mencuri malam pengantinnya?

Dahan-dahan besi menjadi saksi
Bidadari ketujuhnya terlahir ke bumi
Pelangit terbit di ujung langit-langit
Nenekku berhenti menangis
Air matanya telah menjadi embun pagi

Empat belas tahun setelah aku bertemu dia

Di kelas sejarah kami mengenal suaminya
Tapi siapa yang mengenal nenekku
Di pelaminan mereka yang singkat
Enam cahaya mata telah menerangi rumah mereka
Mungkinkah sempat untuk menjahit bendera merah,
mengukir palu, mengasah arit?
Siapa yang menyusui, siapa yang memasak di rumah?

Di kelas sejarah kami tidak mengenalnya
Perempuan itu nenekku
Mendekam dalam bilik muram
Tujuh malaikatnya bagai terbang ke langit
Kesetiaannya dinilai nista
ketika suaminya dicap keji

Di kelas sejarah kami mencatat nama suaminya
Tapi namanya tak pernah ada
Ada yang membakar buku-buku
tentang mereka yang kembali dari Rusia
tentang mereka yang mengirim revolusi dari Cina
Ada yang membela mereka
diam-diam menyebarkan wangi parfum Karl Marx
sebab merekalah rakyat miskin mencium wangi surga dunia
Tapi siapa yang bisa mengembalikan masa mudanya?
perempuan itu nenekku
putri bangsawan yang tak pernah kaukenal
tirai-tirai batu telah mengikis wajah rupawannya
sumpah serapah telah menggerus gairahnya
najis darah telah menenggelamkan tubuh eloknya
bilik pengap itu telah menghisap kebahagiaannya
namun, masih tersisa setetes derai tawanya
mengguyur gersang gurun lampau, membungakan padang esok lusa
Di kelas sejarah kami berdebat
tentang siapa yang terkutuk, siapa yang pantas mengutuk

Tapi, nenekku
Hari itu menari dan menyanyi lagi
rambutnya yang telah memutih seperti salju yang menutupi masa lalunya
bayang-bayang suaminya telah terbakar cahaya terik matahari
seulas senyum memenggal semua kesedihan
Septemberku adalah musim semi – mawar merah berseri-seri
Septembermu adalah badai salju – langit dan bumi kelabu

Kami
sibuk mencerca dan mencacimaki
mesin waktu bahkan tak punya
menerawang masa lalu bahkan hanya mimpi
mencoba menerobos kabut hitam pekat di lorong waktu
menggali mayat-mayat yang tak ingin diusik lagi
berkelahi menentukan siapa yang paling berani menulis nama musuh
dan kau, nenekku, pelukanmu
cairkan kebekuan masa silam
sejarah bagimu, sejarah bagiku, seperti empat musim
saling berebut mencuri kenangan dan pujian
namun kau,
mawar di kebun zamanku
meski seribu tahun merana
merahmu kekal merona

Dusta dan fakta
berkelindan
memberangus cinta

Kami sejarawan,
kamilah yang terkutuk.

September, 2009.

Gayatri Wedotami, alumni sejarah Universitas Padjajaran (Unpad), Bandung.