Bebas dan Kemampuan untuk Bebas

Martin Manurung


SATU ISU penting dalam logika sistem pasar adalah ‘kebebasan’. Teori Ekonomi memandang pasar sebagai tempat bertemunya individu-individu yang bebas (baik yang berperan pada sisi supply dan demand) untuk bertransaksi sehingga masing-masing pihak memaksimalkan kepuasannya (utility) melalui mekanisme harga. Dengan demikian harga dipandang sebagai mekanisme yang ‘memperdamaikan’ atau ‘menjembatani’ perbedaan kepentingan dalam bertransaksi. Perbedaan kepentingan itu adalah; pada sisi supply, para pedagang memaksimalkan keuntungan, dan pada sisi demand, para pembeli memaksimalkan kepuasan dalam berkonsumsi.
‘Given Factor’

Konsep ‘kebebasan’ dalam logika sistem pasar diterima sebagai suatu kondisi yang eksogen (given factor), yang dinyatakan dalam asumsi ‘cetaris paribus’ (yang berarti terjadi diluar sistem dan dianggap tidak berubah).

Akan tetapi, konsep ini terlalu krusial untuk diterima begitu saja sebagai ‘given factor’ (bahasa sehari-harinya; ‘terima jadi’). Karena, tingkat kebebasan dari tiap-tiap pelaku dalam pasar sangat menentukan keseimbangan transaksi yang akan terjadi. Transaksi yang terjadi dengan tingkat kebebasan yang berbeda, tentu tak akan mampu membawa keseimbangan yang benar-benar memaksimalkan kepentingan tiap-tiap pelaku transaksi tersebut. ‘Blind spot’ ini yang menyebabkan konsep ‘pasar bebas’ menjadi absurd dan utopis. Kemiskinan, misalnya, secara nyata telah merenggut kebebasan itu. Dengan adanya kemiskinan, maka pilihan tidak lagi bebas dan kemampuan untuk memaksimalkan utility menjadi dirampas.



Poor people live without fundamental freedoms of action and choice that the better-off take for granted. They often lack adequate food and shelter, education and health, deprivations that keep them from leading the kind of life that everyone values. They also face extreme vulnerability to ill health, economic dislocation, and natural disasters. And they are often exposed to ill treatment by institutions of the state and society and are powerless to influence key decisions affecting their lives. (World Development Report, 2001)
Karena itu, kemampuan untuk bebas menjadi isu penting yang kini mendapat perhatian dalam diskursus pembangunan (development). Kemampuan untuk bebas berarti setiap orang mampu menjadi apa pun yang dia inginkan. Berbeda dengan konsep liberal yang hanya merekomendasikan kesamaan akses (‘equal access’ atau ‘equal opportunity’) sebagai jawaban bagi ‘kebebasan’, hal yang lebih penting adalah kapabilitas untuk bebas. Pemikir liberal berbicara hanya tentang ‘opportunity’, sementara yang lebih mendasar adalah ‘capability’.

Kelemahan
Akan tetapi, konsep ‘kemampuan untuk bebas’ ini juga mengandung kelemahan. Secara teknis, pendekatan ini rumit untuk diaplikasikan. Misalnya, perangkat apa yang secara umum dapat digunakan untuk menjadi variabel yang menentukan kapabilitas tersebut dan bagaimana meng-agregasi parameter-parameter tersebut.

Selain itu, pendekatan ini juga masih mendasarkan analisisnya pada filosofi ‘pilihan individu’ (individual choice). Hal ini membawa konsekuensi pemahaman bahwa pembangunan adalah proses pengembangan kebebasan individu untuk memilih (misalnya, Sen 1999: Ch. 1). Dengan demikian, dalam terapannya, pendekatan ini memahami strategi pembangunan adalah untuk ‘memodernisasi’ masyarakat (society) yang berujung pada reformasi institusi agar mekanisme pasar dapat bekerja (Harrison 1998: 193, World Bank 2002:26). Padahal, pembangunan sebagai pengembangan potensi manusia (the progress of human potentials) tentu tak dapat dijawab hanya dengan bekerjanya mekanisme pasar.

Meskipun demikian, pendekatan ‘kemampuan untuk bebas’ telah mampu untuk menunjukkan bahwa pasar sebagai ‘means’ (perangkat) mengandung kelemahan mendasar sehingga ia tidak dapat dijadikan satu-satunya alat untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana dipercayai oleh para promotor ideologi neo-liberal.***

Daftar Pustaka Terpilih:
Harrison, D. The Sociology of Modernization and Development. London: Routledge, 1998.
Sen, A. Development as Freedom. Oxford: Oxford University Press, 1999.
World Bank. World Development Report 2002: Building Institutions for Markets. New York: Oxford University Press, 2002.
World Bank, World Development Report 2000-2001: Attacking Poverty. New York: Oxford University Press, 2001.