Isaak Illich Rubin

Ekonom Yang Bernasib Malang
Coen Husain Pontoh
Mahasiswa Ilmu Politik di City University of New York (CUNY)


PADA 25 November lalu, Isaak Illich Rubin, genap berusia 124 tahun. Tak ada catatan tertulis dimana figur kita kali ini dilahirkan, kecuali bahwa ia dilahirkan di Rusia, pada 1886.

Misteri tentang tempat dan tanggal lahirnya, seakan mencerminkan sejarah kehidupannya yang kelam. Tidak banyak catatan tertulis yang mengulas dirinya, kecuali sebuah catatan harian dari saudara perempuannya, B.I Rubina yang terselip di lembaran kertas buku karya Roy A. Medvedv. Padahal, sebagai ekonom, namanya sejajar dengan ekonom-ekonom terkemuka Rusia yang berkibar di dunia Barat, seperti Yevgeni Alekseyevich Preobrazhensky, Nikolai Dmitriyevich Kondratiev, atau Nikolai Ivanovich Bukharin.

Sebagai ekonom, Rubin menulis beberapa buku teori ekonomi Marxis, seperti Abstract Labour and Value in Marx’s System (1927), Essays on Marx's Theory of Value (1928), Ricardo's Doctrine of Capital (1936-7), dan A History of Economic Thought (1979). Dari beberapa karyanya ini, Essays on Marx’s Theory of Value dan A History of Economic Thought, dianggap sebagai karyanya yang paling berpengaruh. Ekonom Jim Tomlinson menulis, berbeda dengan ekonom Rusia saat itu yang karya-karyanya secara teoritik sangat abstrak dan fokus pada perdebatan tentang industrialisasi kontemporer, karya-karya Rubin sangat berbeda. Rubin lebih memfokuskan perhatiannya, di satu sisi pada komponen sentral dari ekonomi Marxis dan di sisi lain tentang konsep ekonomi pra-Marxis. Karyanya A History of Economic Thought, mengulas tentang pemikiran ekonomi sejak era Merkantilisme hingga John Stuart Mill. Menurut Tomlinson, inilah buku sejarah pemikiran ekonomi Marxis yang paling sistematis yang pernah diterbitkan dalam bahasa Inggris. Sementara melalui karyanya Essays on Marx’s Theory of Value, Rubin secara sistematis dan teliti menunjukkan bahwa perhatian utama Marx dalam studi ekonomi politik bukanlah pada pertukaran di antara barang-barang di pasar, tetapi pada pertukaran antara produser barang-barang tersebut yang independen tetapi saling berhubungan yang terekspresikan pada pertukaran di antara barang-barang tersebut di pasar. Intinya, fokus kajian ekonomi Marxis tidak bermula pada sisi pertukaran, tetapi berangkat dari sisi produksi.

Namun, baiklah kita akhiri sampai disini pembahasan konsepsi Rubin tentang teori Nilai-nya Marx, yang sungguh sangat kompleks itu. Kali ini, saya akan bercerita tentang nasib malang yang menimpa ekonom, yang disebut-sebut sebagai salah satu tokoh Marxis-Hegelian awal sebelum Georgy Lukacs.

Latar belakang

Awal abad ke-20, imperium Rusia memasuki masa senjanya. Salah satu kekuatan terbesar di Eropa ini, mulai terpincang-pincang mempertahankan kekuasaannya dari berbagai “rongongan yang datang dari dalam maupun dari luar.” Pada 8 Februari 1904, Jepang mendeklarasikan perang terhadap Rusia. Namun, beberapa jam sebelum deklarasi perang diterima Moscow, Jepang tiba-tiba menyerang pangkalan angkatan laut Rusia di Asia Pasifik. Perang Jepang-Rusia ini, seperti diketahui, akhirnya dimenangkan Jepang, yang kemudian memberi inspirasi dan kepercayaan diri kepada negara-negara Timur yang terjajah, bahwa mereka bisa juga mengalahkan negara-negara super power di Barat. Dari dalam negeri, pada 1905 terjadi Revolusi di Rusia yang ditandai oleh pemogokan buruh, pemberontakan petani dan militer. Akibat revolusi jilid I ini, Tsar Nicholas II pada 1906 terpaksa melakukan reformasi politik dengan dibentuknya State Duma of the Russian Empire, atau lebih dikenal dengan nama Parlemen Duma.

Tetapi sogokan politik Tsar ini tidak menyurutkan aktivitas perlawanan kalangan revolusioner di Rusia kala itu. Bahkan, sebaliknya, pembentukan parlemen itu memberikan kepercayaan diri bahwa jika kekuatan revolusioner bersatu maka bukan hanya sogokan yang diberikan Tsar, melainkan kekaisarannya sendiri yang hancur. Namun persatuan di kalangan revolusioner Rusia tak pernah benar-benar terjadi. Mereka terbagi atas tiga kelompok besar: Bolshevik, Mensehvik, dan Sosialis Revolusioner. Dari ketiga kelompok ini, yang paling besar secara organisasi adalah Sosialis Revoluioner, disusul Menshevik, baru Bolshevik. Lucunya Bolshevik itu sendiri bermakna mayoritas sementara Menshevik berarti minoritas, dimana sebutan berdasarkan hasil pemungutan suara di dalam kongres Partai Sosial Demokrat Rusia (PBSDR).

Singkat cerita, imperium itu terbukti ambruk pada Oktober 1917. Revolusi Oktober sendiri merupakan sebuah rangkaian aksi-aksi revolusioner menentang Tsar, yang bermula pada bulan Februari 1917. Pada awal revolsui ini, kelompok revolusioner yang paling berpengaruh di kalangan Soviet (Dewan Buruh) Petrograd adalah Menshevik dan Sosialis Revolusioner. Namun ketika situasi revolusioner semakin mendidih, justru partai Bolshevik yang dipimpin Lenin-lah yang akhirnya memimpin dan menuntaskan revolusi tersebut. Sehingga Revolusi Oktober disebut juga sebagai Revolusi Bolshevik.

Nah sejak dari Revolusi 1905 hingga 1917, Rubin terlibat aktif di dalamnya. Secara organisasi, ia pertama kali bergabung ke dalam Bund, sebuah partai Sosialis Yahudi yang eksis sebelum revolusi. Selanjutnya ia bergabung dengan kelompok Menshevik. Tetapi, pada 1924 ia memutuskan untuk meninggalkan dunia politik dan mendedikasikan diri pada studi-studi ekonomi. Pada 1936, ia bergabung ke dalam Institut Marx-Engels yang dipimpin oleh David Borisovich Ryazanov. Karena prestasi dan ketekunannya, Rubin lantas menjadi tangan kanan Ryazanov di institut tersebut.

Sementara itu, pada 1921 Lenin mulai jarang muncul ke publik setelah menderita penyakit stroke. Pimpinan partai sehari-hari praktis dikendalikan oleh Joseph Stalin yang menjabat sebagai sekretaris jenderal Partai Komunis Uni Sovyet (PKUS). Ketika Lenin wafat pada 1924, kekuasaan partai dan negara sepenuhnya berada di tangan Stalin. Dan mulailah jaman terror, pembunuhan, pemenjaraan, pembuangan paksa kepada mereka yang dianggap membahayakan keutuhan partai dan revolusi Bolshevik, yang sebenarnya membahayakan kedudukan Stalin. Ironisnya, pembersihan berdarah ini pertama-tama justru ditujukan kepada lingkaran terdekat pimpinan partai dan kalangan revolusioner lainnya.

Pantang Menyerah

Salah satu tokoh yang diincar oleh rejim Stalinis adalah David Ryazanov. Secara politik, sebelum Revolusi Oktober, Ryazanov adalah pengikut Menshevik. Ia baru bergabung dengan Bolshevik pada awal Februari 1917 dan mendukung Soviet Petrograd dalam menentang pemerintahan sementara di bawah pimpinan Pangeran Lvov. Karena Rubin adalah tangan kanan Ryazanov, maka dirinya pun dituduh bersekutu dengan bosnya untuk menentang Stalin, partai, dan revolusi.

Akibatnya bisa diduga, Rubin ditangkap dan dipaksa untuk mengakui bahwa tuduhan terhadapnya adalah benar. Sungguh sebuah praktek politik yang biadab. Menurut penuturan B.I. Rubina, alasan di balik tuduhan terhadap kakaknya, karena Rubin pernah bergabung dengan organisasi Biro Buruh Menshevik. Untuk membuktikan tuduhannya, tukang jagal Stalin mengonfrontasikan Rubin dengan tersangka lainnya Mikhail Yakubovich. Yakubovich sendiri, dalam sebuah interogasi yang sarat penyiksaan, telah menyangkal keberadaan Biro Buruh Menshevik itu, sehingga otomatis tidak mungkin Rubin menjadi anggotanya. Tetapi, para petugas tak bisa menerima kesaksian itu, sehingga mereka terus menyiksa Yakubovich untuk mengakui bahwa organisasi itu eksis dan Rubin adalah salah satu anggotanya. Karena tak tahan siksaan hingga lumpuh, Yakubovich terpaksa membenarkan tuduhan itu.

Dalam pertemuan itu, terjadilah dialog berikut:

Yakubovich: “Isaak Illich, lupakah kamu bahwa kita pernah bersama menghadiri satu sesi pertemuan di Biro Buruh Menshevik?”

Rubin: “Ok, di mana pertemuan itu dilaksanakan?”

Pertanyaan Rubin ini langsung diinterupsi oleh petugas, “Hei Isaak Illich, memangnya kamu itu siapa? Kamu pikir dirimu pengacara sehingga boleh bertanya?”

Karena menolak untuk mengakui tuduhan, Rubin kemudian dibuang ke sebuah daerah terpencil bernama Suzdal. Setiba di stasiun tak ada seorang pun yang tampak. Untuk sesaat ia hanya ditemani suara klakson dan gerigi roda kereta yang perlahan menjauh. Ia kemudian dijemput oleh seorang pejabat tinggi partai di Suzdal, yang bernama Gai. Setelahnya Gai segera menginterogasi Rubin dengan tuduhan yang sama.

“Aku beri kamu waktu 48 jam untuk berpikir dan mengakui keterlibatanmu di Biro Buruh Menshevik,” ujar Gai.

“Aku bahkan tak butuh 48 menit untuk menjawab: Tidak,” jawab Rubin.

Karena tetap bersikukuh, Rubin akhirnya dijebloskan ke penjara yang disebut Kartser. Rubina, menulis, “Kartser adalah sebuah batu yang sengaja dirancang untuk menampung satu orang saja. Anda tidak bisa bergerak kemana-mana kecuali hanya berdiri dan duduk. Padahal saudara saya yang berumur 45 tahun itu mengidap penyakit hati. Tetapi ia tidak menyerah dengan penyiksaan itu. Ketika ia keluar dari kartser, kepercayaan dirinya semakin meningkat sehingga ia kembali digiring ke kartser.”

Di penjara yang kedua kalinya ini, ia kembali bersua dengan Yakubovich. Lebih dari sebelumnya, sang ekonom ini mengalami penghinaan yang parah, sehingga menderita depresi. Kondisi buruk ini justru dimanfaatkan oleh para jagal Stalinis untuk mendesaknya agar mengakui semua tuduhan. Mereka mengabarkan kalau istrinya sedang sakit, dan menawarkan kesempatan untuk menjenguk jika bersedia menerima tuduhan. Rubin tetap menolak, tak sedikitpun ia menyerah. “Aku tidak bisa menolongnya, bahkan aku tidak bisa menolong diriku sendiri.” Penderitaan belum berakhir, karena kini ia diinterogasi setiap malam tanpa boleh memejamkan mata.

Hingga akhirnya, antara malam tanggal 28-29 Januari 1931, mereka membawanya ke luar dari kartser menuju ke sebuah ruangan bawah tanah, dipertemukan dengan seseorang bernama Vasilyevskii. Kepada Rubin mereka mengatakan, “jika kamu tidak mengaku, maka kami akan membunuh orang ini sekarang juga.” Dengan penuh ketakutan Vasilyevskii memohon kepada Rubin, agar ia mempertimbangkan keteguhan hatinya. Tapi Rubin tetap diam seribu basa, dan Vasilyevskii pun meregang nyawanya saat itu juga.

Pada malam tanggal 29, Rubin kembali digiring ke ruang bawah tanah itu. Kali ini ia dipertemukan dengan seorang mahasiswa yang tidak dikenalnya. Kepada pemuda tersebut, para jagal Stalinis itu mengatakan “kami akan menembakmu karena Rubin tidak mau mengaku.” Tanpa diduga si pemuda segera membuka bajunya dan berteriak, “polisi fasis, tembak aku sekarang juga” sambil membusungkan dadanya. Saat itu juga pistol menyalak.

Kali ini, Rubin patah semangatnya. Sikap berani pemuda, yang kelak diketahui bernama Dorodnov itu membuatnya berpikir ulang tentang sikap kerasnya selama ini. Di dalam kartser, ia kemudian memutuskan untuk mulai bernegosiasi dengan para investigator pada tanggal 2 hingga 21 April 1931. Ketika pada Maret 1931 ia diajukan ke pengadilan, di saku jaketnya telah tersedia dokumen yang berisi kesaksian bahwa ia adalah anggota dari komisi program dari Institute Marx-Engels yang tugasnya adalah membangun hubungan dengan Biro Buruh Menshevik. Tugasnya adalah mengangkut dokumen-dokumen dari kantor pusat Menshevik ke institut untuk diserahkan kepada Ryazanov. Seluruh kesaksian palsu ini kemudian ditandatangani oleh Nikolai Vasilyevich Krylenko, hakim berpengaruh saat itu.

Di pengadilan, seperti layaknya permainan sirkus, Krylenko mencecar Rubin dengan pertanyaan seputar hubungannya dengan Ryazanov.

“Apakah kalian mempunyai hubungan organisasial?”

“Tidak, tidak ada hubungan organisasional apapun, itu hanya karena jiwa besar Ryazanov hingga ia mempercayaiku.”

Karena jawaban tidak sesuai yang diinginkan, Krylenko memutuskan agar sidang dihentikan sejenak. Setelah itu ia menemui Rubin di ruang lainnya dan mengatakan, “Isaak, kamu tidak mengatakan apa yang seharusnya kamu katakan. Setelah reses ini aku akan panggil kembali kamu untuk sidang, dan kamu harus menjawab dengan benar.”

“Tak ada gunanya kamu panggil aku, karena aku akan mengatakan hal yang sama,” ujar Rubin.

Hasil dari perbincangan itu, Rubin diputuskan terlibat aksi kontrarevolusi dan dihukum penjara selama empat tahun, satu tahun lebih banyak dari perjanjian ketika ia bersedia mengaku. Kembali dirinya di kirim ke Suzdal, dengan kondisi kejiwaan yang berubah total. Moralnya jatuh, kepercayaan dirinya runtuh. Dan yang paling disesalinya, ketika ia menyebut nama Ryazanov, sosok yang paling dihormatinya, yang telah memercayainya tanpa syarat untuk mengelola institut. Penyesalan ini tak kunjung usai dan makin parah. Jika rasa bersalah itu menderanya, Rubin segera membentur-benturkan kepalanya ke dinding penjara.

Keputusan akhir pengadilan akhirnya turun, dimana seluruh anggota “Biro Buruh” dijatuhi hukuman yang bervariasi. Rubin kebagian jatah selama 5 tahun, lalu dikirim ke penjara politik di kota Verkhneuralsk. Hebatnya, walaupun di penjara dan diperlakukan layaknya binatang, Rubin tetap menekuni studi-studi ekonominya. Tapi, daya tahan fisiknya akhirnya runtuh. Rubin jatuh sakit, diduga kanker lidah. Pada Januari 1933 ia dikirim ke Moscow dan dirawat di sebuah rumah sakit yang berlokasi di penjara Butyrsjaya.

Setahun kemudian, Rubin dipindahkan ke kota Turgai untuk menjalani tahanan kota. Turgai adalah kota mati, karena hampir tidak ada penduduk yang tinggal menetap. Beberapa bulan kemudian, ia dipindahkan ke kota lain, yakni Aktyubinsk. Pada masa itu pula, istrinya tergeletak di rumah sakit dan kondisi kesehatan Rubin juga kian memburuk. Hingga kemudian, datang musim gugur pada 1937, dimana penangkapan besar-besaran dilakukan oleh rejim Stalinis. Rubin kembali masuk penjara.

Di penjara ini, Rubin tidak bertahan lama, ia ditransfer ke tempat lain yang tak ada seorang pun tahu, termasuk Rubina saudaranya tempat ia berbagi cerita. Kecuali karya-karya ekonominya yang cemerlang, jasad Rubin hilang tak berbekas hingga kini.***


Kepustakaan:

I.I. Rubin, “Essays On Marx’s Theory of Value,” Black Rose Books, 1990.

Jim Tomlinson, “On Rubin,” Marxism Today, March 1980.

Roy A. Medvedev, “Let History Judge The Origins and Consequences of Stalinism,” Columbia University Press, 1989.