Pjs. Gubernur Sulsel: Dagelan Politik Mutakhir Awal Tahun

Saiful Haq

Ditunjuknya Mayjen Andi Tanribali Lamo sebagai Pjs. Gubernur Sulawesi Selatan adalah langkah mundur reformasi TNI. Pelantikan dagelan yang dilakukan hanya berselang satu jam, dengan mengeluarkan dua Kepres, satu untuk pengalihtugasan Tanri Bali dari Asisten Personalia Mabes TNIAD menjadi Staf Ahli Mendagri, lalu dilantik lagi menjadi Pjs. Gubernur Sulawesi Selatan. Ini jelas-jelas tindakan inkonstitusional, melanggar UU TNI no. 34 tentang TNI, dimana tidak diperkenankan seorang TNI aktif menduduki jabatan politik sipil.

Lebih lucu lagi, Kapuspen TNI menyatakan bahwa status Tanri sudah bukan TNI, tapi bukan juga pensiun dini, melainkan dialihtugaskan. Dikemukakan juga bahwa secara otomatis status militer Tanri sudah hilang, bahkan Tanri tidak berhak menyandang gelar Mayjen Purnawirawan. Ini benar-benar dagelan politik paling mutakhir diawal tahun 2008. Reformasi TNI jelas-jelas mengalami pukulan telak. Seharusnya Panglima TNI menolak menyerahkan personilnya untuk posisi politik.

Dalam hal alih tugas, meminjam kata-kata Kapuspen, hal ini hanya ada dalam kamus politik kekaryaan TNI jaman Orde Baru. Ini adalah bukti bahwa ambisi untuk kembali ke panggung politik masih sangat besar. Seharusnya TNI jangan lagi melukai semangat reformasinya dengan hal-hal kecil dan tidak penting seperti itu, apalagi hanya untuk sebuah jabatan yang tidak lebih dari dua bulan sebagai Pjs Gubernur.

Sulit pula diterima akal sehat alasan-alasan yang dikemukakan, antara lain apologi putra daerah yang dilontarkan JK dan Depdagri kehabisan orang. Apakah negara ini kekurangan Pegawai Negeri Sipil, sehingga harus mengambil seorang Mayjen TNI, yang jelas-jelas lebih dibutuhkan untuk membangun profesionalisme TNI ketimbang hanya untuk tugas pendek?

SBY Diujung Tanduk, JK Mendulang Keuntungan

Pelanggaran konstitusional yang dilakukan SBY membawanya diujung tanduk. SBY telah masuk perangkap dan sebentar lagi masuk kotak. Terbitnya Kepres ini jelas-jelas pelanggaran konstitusional dan ‘bola panas’ ini akan terus bergulir.

Proses yang seharusnya adalah Tanri Bali dilantik tiga kali: pertama, pemberhentian dari dinas kemiliteran; kedua, dilantik menjadi staf ahli menteri; dan ketiga, dilantik sebagai Pjs. Gubernur Sulawesi Selatan. Dengan demikian, pelantikan yang terjadi sebagaimana dijelaskan di atas adalah manuver politik yang cacat, sehingga akan memberikan amunisi baru bagi musuh politik SBY.

Selain mendapatkan amunisi politik, JK juga telah berhasil mengukuhkan legitimasi politik ”timur”-nya dengan mendorong Tanri Bali yang merupakan seorang putra daerah dan anak seorang mantan Gubernur Sulawesi Selatan periode 1960-an.

Kedatangan Tanri Bali disambut pertinggi Kepolisian dan Kodam VII Wirabuana. Massa kandidat Syahrul Yasin Limpo yang tadinya menguasai Makassar tiba-tiba hening. Kasak-kusuk langsung reda, mungkin bingung dengan manuver politik pusat.

Dengan demikian, yang mendapat kredit poin adalah JK, sebagaimana pula di Poso dan Ambon, sekali lagi terbukti bisa menenangkan ”Timur”. Kenyataannya, tidak seorangpun menyebut SBY yang berhasil di Timur.

Pemilu 2009 makin dekat dan berbagai perangkap politik mulai dipasang. Namun pertanyaannya, apakah hanya JK dan Golkar satu-satunya kekuatan politik di Sulawesi Selatan? Tidak adakah menu dan alternatif lain? Perebutan kursi Gubernur seolah menjadi hidup dan matinya politik di Sulawesi Selatan, padahal tidak satupun kandidat yang menawarkan perubahan. Semua dengan menu yang sama serta masa depan yang sama, tentu saja dengan dagelan yang sama.