Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan bangga mengatakan bahwa angka kemiskinan tahun ini sudah turun. Karena itu, katanya, bila pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai tujuh persen di tahun mendatang, maka angka kemiskinan bisa turun lagi sampai 1,5 persen.
Benarkah persentase angka kemiskinan Indonesia memang turun?
Ketika membuat penghitungannya, Kalla pasti mengacu pada data keluaran Badan Pusat Statistik yang tersedia pada link ini dan dapat dilihat grafiknya seperti di bawah.
Persentase Angka Kemiskinan Indonesia, 1996-2006
Bila anda amati, terlihat bahwa persentase jumlah orang miskin tahun 2007 ini menurun dari 17,75 persen (2006) ke 16,58 persen. Jadi pemerintah ‘berprestasi’ menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 1,17 persen dari tahun lalu. Hebat bukan?
Akan tetapi, tunggu dulu. BPS ‘lupa’ menyebutkan berapa tingkat kesalahan (standard error) dari penghitungannya. Setiap data statistik pasti memiliki tingkat kesalahan dan hal itu harus diutarakan secara terbuka dan jujur supaya orang dapat memakai data-data itu dengan hati-hati serta mencegah kesalahan dalam pengambilan kesimpulan dan kebijakan.
Setelah diselidiki lebih lanjut, ternyata standard error dari data keluaran BPS itu adalah sekitar dua persen. Ini berarti, ‘prestasi’ turunnya persentase jumlah orang miskin itu masih berada dalam kisaran tingkat kesalahan, sehingga tidak signifikan.
‘Lupa’-nya BPS mencantumkan standard error itu telah membuat banyak orang, diantaranya Jusuf Kalla, berkoar-koar sambil menepuk dada bahwa ‘pemerintah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan’. Ini tentu ‘obat kuat’ bagi citra pemerintah setelah digempur dengan naiknya secara terus-menerus angka pengangguran. ‘Obat kuat’ itu juga diperlukan, untuk ‘menangkis’ serangan banyak orang yang menyesalkan berbagai kebijakan pemerintah yang anti-rakyat miskin. Sayangnya, data yang digunakan tidak valid karena terlalu banyak ‘noise’ (hal-hal yang dapat membuat data tersebut menjadi tidak repesentatif).
Bukan hanya itu, sampai saat ini pun metode pengukuran ‘garis kemiskinan’ tak pernah dibuka secara transparan. BPS hanya menyebutkan ‘berdasarkan kebutuhan dasar’. Lalu, kebutuhan dasar manakah yang masuk menjadi indikatornya? Jawabnya tidak jelas. Bila anda minta kejelasan kepada BPS, anda akan membutuhkan birokrasi yang panjang, bahkan kalau perlu ‘surat sakti’ agar metode pengukuran tersebut dapat dibuka kepada anda. (lih. Arya Gaduh, 23 Agustus 2006)
Bila ingin jujur, metode ‘hitung kepala’ itu pun harus dilengkapi dengan berbagai metode yang lain. Sebab, kemiskinan itu bukan hanya diukur dengan pendapatan, melainkan banyak faktor yang membuat orang-orang miskin menjadi miskin dan tak dapat keluar dari kemiskinannya.
Penjelasan World Development Report (WDR) 2001 bisa menjadi acuan tentang apa arti ‘kemiskinan’. WDR mendefinisikannya sebagai berikut: “Orang-orang miskin hidup tanpa kemerdekaan mendasar untuk bertindak dan membuat pilihan yang dinikmati oleh orang-orang yang berkecukupan. Mereka tak cukup pangan, naungan, pendidikan, kesehatan dan berkekurangan secara terpaksa (deprivation) yang menjauhkan mereka dari kehidupan yang bernilai. Mereka juga menghadapi kerapuhan yang luar biasa terhadap kesehatan yang buruk, bencana alam dan dislokasi ekonomi. Mereka sering berhadapan dengan perlakuan buruk dari lembaga-lembaga negara dan masyarakat, serta tak berdaya untuk mempengaruhi keputusan penting yang mempengaruhi hidup mereka. Hal-hal inilah seluruh dimensi dari kemiskinan.”
Dari definisi di atas, kita mengetahui bahwa kemiskinan bukan hanya soal uang, melainkan mencakup berbagai aspek, yaitu politik, sosial, budaya, gender, keamanan dan hak-hak azasi manusia. Bila dimensi yang utuh tentang kemiskinan itu diberlakukan, bisa jadi akan jauh lebih banyak orang Indonesia yang setiap hari harus menjadi ‘orang miskin baru’.
Setelah anda membaca tulisan ini, berhati-hatilah bila mendengar pengumuman ‘prestasi’ pemerintah. Bukan hanya pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah daerah di tempat anda masing-masing. Bersikaplah penuh selidik dan kritis, agar anda tak dibohongi dan menjadi alat untuk kepentingan politik penguasa!
Versi yang lebih singkat dalam bahasa Inggris dapat dilihat di sini.