Strategi Jitu Kota Pekalongan Mengatasi Kemiskinan

Sri Palupi

KETIKA Institut Ecosoc mendiskusikan hasil riset perbandingan tentang kota dan kemiskinan antara Jakarta dan Bangkok (Thailand), ada peserta diskusi yang berkomentar: “Mengapa Bangkok yang diambil, dan bukan kota di Indonesia, seperti Pekalongan yang dinilai berhasil menata kotanya?” Reaksi spontan saya, bagaimana mungkin membandingkan kota kecil Pekalongan dengan Jakarta yang metropolitan? Usulan untuk melihat kota Pekalongan terlupakan begitu saja, sampai pada saatnya saya bertemu dan berdiskusi dengan Walikota Pekalongan yang tengah naik daun itu.
Di sebuah forum diskusi tentang pemukiman aman yang diadakan Departemen Pekerjaan Umum, pada 29 Oktober lalu, dr. H.M. Basyir Ahmad, sang Walikota Pekalongan, memaparkan pengalamannya menjalankan program rumah aman bagi komunitas miskin. Sedangkan, saya sendiri memaparkan program rumah aman yang dipraktikkan pemerintah Bangkok. Ternyata benar, program yang dijalankan Walikota Pekalongan ini mirip betul dengan program yang dijalankan pemerintah Bangkok. Dari sini saya semakin yakin, keberhasilan mengatasi persoalan kemiskinan bukanlah perkara besar kecilnya wilayah, besar kecilnya dana tetapi, lebih terkait dengan besar kecilnya komitmen untuk mengatasi kemiskinan dan kehendak kuat untuk bekerja bersama serta terbuka terhadap jalan atau pendekatan alternatif.

Meskipun tidak begitu mengenal agenda Forum Habitat, di mana Indonesia terikat pada komitmen untuk memenuhi hak atas perumahan bagi warga miskin dan memperbaiki kondisi hidup komunitas miskin, namun Walikota Pekalongan telah mencanangkan dan menjalankan program pemukiman perkotaan yang aman dan layak huni seperti yang diagendakan dalam Forum Habitat. Targetnya juga tak main-main yaitu, menjadikan kota Pekalongan bebas rumah tidak layak huni pada tahun 2008 dan bebas kawasan kumuh pada tahun 2010. Lalu bagaimana program itu dijalankan oleh sang walikota?

Strategi Sapu Lidi


Kota Pekalongan yang berada di Provinsi Jawa Tengah, dikenal dengan industri batiknya. Jumlah keluarga miskin di kota ini 22.913 KK atau 36,4 persen dari jumlah total keluarga. Dari jumlah KK miskin yang ada, terdapat 5.068 KK (22,12 persen) yang mendiami rumah tidak layak huni. Selain KK miskin, juga terdapat 800 PNS golongan rendah (golongan I dan II) dan 8.000 buruh yang terdaftar di Surat Perbendaharaan Negara (SPN)/Jamsostek. Dari jumlah tersebut, 465 PNS (58,12 persen) dan 2.985 buruh (37,35 persen) belum memiliki rumah.

Untuk menjalankan program rumah aman bagi warga miskin di kota itu, Walikota Pekalongan mengaku tidak bisa hanya mengandalkan dana APBD. Bila hanya mengandalkan APBD, kota yang PAD-nya pada tahun 2006 senilai Rp 20 milyar itu, ia perkirakan baru bisa mewujudkan kota yang bebas dari rumah tidak layak huni 21 tahun kemudian. Karena itulah sebagai walikota, A.M. Basyir menempuh strategi “sapu lidi” guna mendapatkan pendanaan di luar APBD.

Dengan strategi itu, Walikota Pekalongan memadukan dan menyinergikan dana penanggulangan kemiskinan yang berasal dari berbagai sumber. Dengan cara ini program rumah aman dibiayai bukan hanya dari dana APBD Kota Pekalongan, tetapi juga dari APBD provinsi Jawa Tengah, APBN, pihak swasta atau sektor privat, swadaya masyarakat dan potensi-potensi sah lainnya. Dengan beragam sumber pendanaan tersebut, walikota Pekalongan membangun rumah inti tumbuh, memugar rumah, dan menata lingkungan pemukiman. Dalam membangun rumah inti, 20 persen biaya pembangunan didanai sendiri oleh masyarakat secara swadaya.

Strategi sapu lidi ini ditempuh dengan pertimbangan, selama ini banyak program dari pusat yang berasal dari berbagai departemen tidak terkoordinasi dan campur aduk. Program-program itu juga dijalankan dengan beragam sistem sehingga, menyulitkan pelaksanaan di lapangan. Selain itu, program peningkatan kualitas rumah (pemugaran) dari pusat, juga belum diikuti oleh program peningkatan kualitas prasarana dan sarana umum di lingkungan komunitas miskin.

Dengan mengoptimalkan dana dari Kementrian Perumahan Rakyat (Menpera), Walikota Pekalongan berhasil memperluas target program rumah aman, dari 400 rumah menjadi 1.000 rumah. Pemkot Pekalongan juga memberikan bantuan untuk ‘plesterisasi,’ pembangunan jamban, dan pembuatan sumur gali. Sistem bantuan untuk rumah aman bagi komunitas miskin dijalankan dengan dua skema untuk dua kelompok sasaran. Bagi keluarga miskin yang produktif (keluarga miskin yang punya usaha produktif), Pemkot memberikan dana stimulan dalam bentuk kredit lunak dengan bunga enam persen.

Sementara untuk keluarga miskin yang tidak produktif, diberikan dana dalam bentuk bantuan hibah. Program untuk keluarga miskin produktif didanai dari program rumah swadaya yang berasal dari Menpera. Sementara bantuan hibah bagi keluarga miskin tak produktif didanai dari berbagai sumber: APBD provinsi, APBD Kota Pekalongan, P2KP (DPU) dan KUBE (Depsos). Dalam waktu empat bulan di tahun 2007, Pemkot Pekalongan berhasil memugar 946 rumah dengan dana Rp2 milyar dan membangun 50 rumah baru dengan dana Rp500 juta.

Program rumah aman bagi komunitas miskin dijalankan secara terpadu dengan program pemberdayaan masyarakat dan program penanggulangan kemiskinan, yang salah satunya diwujudkan melalui pengembangan dan pemberdayaan lembaga keuangan mikro di tingkat komunitas. Dengan cara demikian, komunitas berpenghasilan rendah dapat mengakses dana stimulan yang ditujukan pada keluarga tersebut. Untuk menjalankan program ini, Walikota Pekalongan mengoptimalkan peran dan fungsi dari “Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan” dan berbagai lembaga masyarakat yang ada, seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) di kelurahan-kelurahan.

Dikukuhkan dengan Peraturan Walikota

Keberhasilan Pekalongan dalam menjalankan program pengembangan rumah aman yang dipadukan dengan penanggulangan kemiskinan, membuat Pekalongan dijadikan sebagai Proyek Pilot Menpera dan konsep Kota Pekalongan dipilih untuk mewakili Indonesia pada seminar di Nairobi.

Keberhasilan kota Pekalongan dalam menjalankan program rumah aman yang dipadukan dengan program penanggulangan kemiskinan, tak terlepas dari kehadiran sosok walikotanya yang memang punya visi yang baik dalam membangun kota. Sebelum menjadi walikota, A.M. Basyir sehari-harinya dikenal sebagai salah satu dokter terlaris di Pekalongan. Sebagai dokter, ia dikenal dekat dengan masyarakat dan karenanya tahu apa yang mesti dilakukan ketika menjabat sebagai walikota. Berbeda dengan para pejabat pada umumnya yang berhasrat melanggengkan kekuasaan, A.M. Basyir justru tidak ingin berlama-lama jadi walikota. Ia hanya ingin satu periode saja menjabat sebagai walikota, dengan tujuan utamanya membangun sistem yang baik dalam hal pengembangan kota. Dengan adanya sistem yang baik, pengembangan kota tidak lagi bergantung pada sosok walikotanya.

Bukan hanya sistem yang baik yang dikembangkan Walikota Pekalongan, tapi juga birokrat yang baik. Dalam hal ini, Walikota Pekalongan membuat program pendidikan social entrepreneurship (kewirausahaan sosial) bagi segenap jajaran birokrasi di kota Pekalongan. Dengan program ini diharapkan, segenap jajaran birokrasi memiliki visi melayani rakyat dan bukan sebaliknya, menuntut pelayanan dari rakyat. A.M. Basyir juga menyiapkan kader-kader pembangunan kota dari lingkungan birokrasi, yang nantinya siap meneruskan apa yang sudah ia bangun. Dengan mengembangkan kader-kader ini ia berharap, apa yang sudah ia bangun bisa terus berlanjut dan tidak hilang begitu saja setelah ia tidak menjabat. Apa yang ia lakukan ini adalah cerminan dari prinsipnya sebagai walikota: “Menjadi walikota satu periode saja, namun hasilnya bisa dirasakan rakyat untuk selamanya”. Karena itulah, selain membuat program-program konkrit yang langsung bisa dirasakan rakyat, A.M. Basyir juga membangun sistem yang lebih jangka panjang dampaknya.

Salah satu sistem yang dibangun Walikota Pekalongan adalah penanggulangan kemiskinan. Sistem ini ia kukuhkan dalam bentuk Peraturan Walikota Pekalongan Nomor 19 tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Keluarga Sejahtera Berbasis Masyarakat. Ada lima misi yang hendak dicapai dengan peraturan itu: 1) mewujudkan keluarga miskin bersekolah, 2) mewujudkan keluarga miskin sehat, 3) mewujudkan keluarga miskin berusaha, 4) membangun sarana dan prasarana lingkungan, 5) menguatkan kapasitas kelembagaan masyarakat. Dengan percepatan ini diharapkan pada tahun 2015 keluarga miskin di Kota Pekalongan menjadi berdaya, mandiri dan sejahtera. Ini jauh melampaui target Millennium Development Goals (MDGs) yang hendak mengurangi jumlah orang miskin menjadi separuhnya pada tahun 2015.

Apa yang dilakukan Walikota Pekalongan, dalam menanggulangi kemiskinan memang patut dijadikan contoh bagi daerah lain, termasuk Jakarta. Bahkan, semestinya pemerintah pusat pun belajar dari Pekalongan, yang terbukti mampu menanggulangi kemiskinan dengan perspektif struktural (tidak sekadar menjalankan program yang karitatif atau charity sifatnya), partisipatif, dan mengedepankan koordinasi, baik dalam kerja maupun dalam pendanaan atau pembiayaan. Berikut adalah beberapa pasal penting dari Peraturan Walikota Pekalongan tentang penanggulangan kemiskinan.

Pasal 4 : Strategi Percepatan Pembangunan Keluarga Sejahtera Berbasis Masyarakat kota Pekalongan adalah:
1) mendorong partisipasi dan kemitraan strategis antar-stakeholders pembangunan,
2) mengoptimalkan peran dan potensi pilar-pilar utama pembangunan kelurahan,
3) berperspektif jangka menengah dengan kerangka target yang jelas dan terukur,
4) mengutamakan pengembangan kelembagaan dan sistem untuk keberlanjutan program,
5) mengutamakan keswadayaan dan pengembangan kapasitas,
6) asistensi dan pendampingan pelaksanaan program.

Pasal 5: Tujuan Percepatan Pembangunan Keluarga Sejahtera Berbasis Masyarakat Kota Pekalongan adalah mendorong percepatan pencapaian keluarga miskin menjadi berdaya, mandiri dan sejahtera tahun 2015.

Pasal 6: Sasaran Percepatan Pembangunan Keluarga Sejahtera Berbasis Masyarakat Kota Pekalongan meliputi:
a. anak warga miskin menyelesaikan pendidikan menengah
b. warga miskin bebas buta aksara
c. rumah warga miskin layak huni (jamban, plesterisasi, ventilasi, penyekat, penerangan, air bersih)
d. bebas kawasan kumuh
e. warga miskin memperoleh jaminan layanan kesehatan
f. balita warga miskin bebas gizi buruk
g. ibu hamil warga miskin mendapatkan layanan pemeriksaan kehamilan dan melahirkan
h. ibu hamil warga miskin mendapatkan makanan tambahan
i. warga miskin bebas penyakit menular
j. penumbuhan UMKM bagi warga miskin
k. warga miskin mendapatkan pelatihan ketrampilan
l. warga miskin mendapatkan kemudahan fasilitas permodalan
m. angkatan kerja warga miskin mendapatkan kesempatan kerja dan peluang berusaha

Pasal 7: Prinsip-prinsip Percepatan Pembangunan Keluarga Sejahtera Berbasis Masyarakat Kota Pekalongan adalah keadilan, demokratis, partisipatif, kesetaraan, saling percaya dan tertib hukum

Pasal 8: Kriteria keluarga miskin Kota Pekalongan terdiri dari 23 variabel sebagaimana tercantum dalam lampiran.

Pasal 9:
(1) Penetapan keluarga miskin berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan dengan survey
(2) Validasi data berdasarkan hasil survey sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setiap 1 (satu) tahun sekali

Pasal 10: Keluarga miskin yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) merupakan sasaran utama Percepatan Pembangunan Keluarga Sejahtera Berbasis Masyarakat Kota Pekalongan.

Pasal 11: Percepatan Pembangunan Keluarga Sejahtera Berbasis Masyarakat Kota Pekalongan dilakukan melalui program-program pokok sebagai berikut:
a. percepatan keluarga miskin bersekolah
b. percepatan keluarga miskin sehat
c. percepatan keluarga miskin berusaha
d. percepatan pembangunan sarana dan prasarana lingkungan
e. penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat mandiri

Pasal 12: Percepatan Keluarga Miskin Bersekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a meliputi:
a. gerakan peduli anak sekolah keluarga miskin
b. penyediaan skema pembiayaan bagi keluarga miskin untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
c. pengembangan kelompok pendidikan luar sekolah
d. peningkatan penyelenggaraan Keaksaraan Fungsional (KF)

Pasal 13: Percepatan Keluarga Miskin Sehat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b dilaksanakan melalui:
a. pengembangan sistem Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM),
b. pemberian makanan tambahan untuk balita, ibu hamil dan melahirkan,
c. penanggulangan penyebaran penyakit menular,
d. pemugaran rumah tidak layak huni(jamban, plesterisasi, ventilasi, penyekat, penerangan, air bersih).

Pasal 14: Percepatan Keluarga Miskin Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c meliputi:
a. fasilitasi pelatihan ketrampilan,
b. fasilitasi kemudahan permodalan,
c. advokasi dan atau pendampingan.

Pasal 15: Percepatan Pembangunan Sarana dan Prasarana Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf d diselenggarakan melalui Percepatan Pembangunan Kawasan Kumuh (drainase dan jalan lingkungan).

Pasal 16: Penguatan Kapasitas Kelembagaan Masyarakat Mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf e diselenggarakan melalui fasilitasi Lembaga Keswadayaan Masyarakat.

Pasal 17: Pedoman operasional pelaksanaan program-program pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15 dan Pasal 16 akan ditetapkan dengan Keputusan Walikota.

Pasal 18: Pembiayaan untuk program-program pokok Percepatan Pembangunan Keluarga Sejahtera Berbasis Masyarakat Kota Pekalongan disediakan melalui dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Pekalongan dan sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat, serta melibatkan swadaya masyarakat.

Pasal 19:
(1) Dalam rangka pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi Percepatan Pembangunan Keluarga Sejahtera Berbasis Masyarakat Kota Pekalongan dibentuk Komisi Percepatan Pembangunan Keluarga Sejahtera Berbasis Masyarakat Kota Pekalongan yang diketuai oleh walikota.
(2) Komisi Percepatan Pembangunan Keluarga Sejahtera Berbasis Masyarakat Kota Pekalongan meliputi:
a. Sekretariat Komisi yang diketuai oleh Sekretaris Daerah Kota Pekalongan,
b. Tim Percepatan Keluarga Miskin Bersekolah dengan koordinator Kepala Dinas Pendidikan Kota Pekalongan,
c. Tim Percepatan Keluarga Miskin Sehat dengan koordinator Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekalongan,
d. Tim Percepatan Keluarga Miskin Berusaha dengan koordinator Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Pekalongan,
e. Tim Percepatan Pembangunan Sarana dan Prasarana Lingkungan dengan koordinator Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Pekalongan,
f. Tim Penguatan Kapasitas Kelembagaan Masyarakat Mandiri dengan koordinator Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekalongan.
(3) Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
(4) Keputusan lebih lanjut mengenai sistem dan mekanisme monitoring dan evaluasi akan ditetapkan dalam Keputusan Walikota.

Ternyata bukan hanya Bangkok yang jauh lebih maju dari Jakarta. Pekalongan pun telah meninggalkan Jakarta dalam mengatasi kemiskinan. Di saat Pemprov DKI Jakarta membuat aturan tentang ketertiban umum yang secara sistematis mengusir orang miskin dari Jakarta dan mengabaikan hak warga miskin yang dijamin dalam UUD’1945, Pemkot Pekalongan justru gencar menjalankan amanat UUD 1945, khususnya pasal 28 H ayat 1: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Amanat ini mendorong Walikota Pekalongan, menempatkan rumah sebagai hak setiap orang untuk meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupannya.

Kenyataan ini sangatlah menggembirakan. Di tengah situasi krisis kepemimpinan dan maraknya korupsi yang terus melanda negeri ini, ternyata masih ada sosok seperti Walikota Pekalongan yang menggunakan kekuasaan untuk melayani kemanusiaan.***

Tulisan ini sebelumnya telah dimuat di http://ecosocrights.blogspot.com/, 01 November 2007.